Beli CCTV Para Siswa Di Pungut Biaya Rp 500 Ribu


Dugaan pungutan liar (pungli) kembali mewarnai pendidikan di Kota Padang. Kali ini, sejumlah wali murid SDN 06 Kampung Lapai mengadukan dugaan ketidak jelasan pungutan yang dilakukan sekolah mengatasnamakan komite sekolah.

Ada tiga poin utama yang disampaikan wali murid ini ke Padang Ekspres, kemarin (7/12). Pertama pembayaran uang Rp 500 ribu yang diwajibkan pada murid kelas 1-4, batas akhir pembayaran 30 Desember 2012. Jika tidak dibayarkan rapor murid tidak akan diberikan. Dari keterangan wali murid itu, uang tersebut digunakan untuk membuat pagar sekolah dan membeli kamera tersembunyi, Closed Circuit Television(CCTV).

Beli CCTV Para Siswa Di Pungut Biaya Rp 500 Ribu


“Pemerintah tentu telah memiliki anggaran untuk memperbaiki atau membangun gedung sekolah termasuk pagarnya. Juga menjadi pertanyaan kami atas rencana pembelian Closed Circuit Television (CCTV) dianggap sia-sia dan tidak ada kaitannya dengan peningkatan mutu murid,” ujar salah seorang wali murid, kepada Padang Ekspres.

Poin kedua, pembelian lem­bar kerja siswa (LKS) dinilai memaksa pada murid. Wali murid lainnya menjelaskan cara memaksa pembelian LKS ini terlihat ketika LKS dibagikan ke murid. Lalu disuruh membuat nama di masing-masing LKS itu dan membawanya pulang. Setelah itu, besoknya diminta orangtua membayar.

Dari keterangan wali murid ini, ada sekitar delapan LKS yang wajib dibeli. Bahkan dalam satu semester bisa dua kali membeli LKS ini. Harga LKS berbeda setiap tingkat, misalnya kelas 1 seharga Rp 65 ribu, kelas 3 seharga Rp 54 ribu, dan kelas 4 seharga Rp 72 ribu.

Poin ketiga, pembelian baju seragam untuk tahun ajaran baru 2012 ini, murid pria di­minta membayar Rp 575 ribu, sedangkan murid perempuan membayar Rp 615 ribu. Parahnya, masih banyak murid yang tidak mendapatkan baju seragam. Pihak sekolah juga tidak merinci apa-apa saja pakaian yang terdapat pada paket pembelian baju seragam itu.

Kepala SDN 06 Kampung La­pai, Setnawarni ketika dite­mui di sekolah, membantah soal pungli itu. Terkait pem­ba­ngu­nan pagar, sekolah hanya me­nga­jukan program ke komite se­kolah. Rapat yang dipimpin ke­tua komite, memutuskan wali murid kelas 1 agar membantu men­yumbang pembangunan pa­gar Rp 500 ribu per wali murid. “Tidak ada paksaan dan intervensi pada komite sekolah,” tutur Setnawarni.

Dia menjelaskan, donatur yang membantu pembangunan sekolah ini tidak menyelesaikan hingga pagar, termasuk bagian depan dan belakang. Karena tidak ada pagar, katanya, sekolah sering kemalingan. “Selain itu tidak ada pembatas antara mas­yarakat yang tinggal di bagian belakang dengan areal sekolah,” sebutnya.

Sedangkan untuk penyediaan kamera tersembunyi, Closed Circuit Television (CCTV) diakui Setnawarni masih sebatas ide. Belum ada saya sampaikan ke guru dan lainnya,” imbuhnya diaminin sejumlah guru lainnya.

Untuk LKS, tegas Setnawarni, tidak ada paksaan bagi murid membelinya. LKS juga tidak digunakan sebagai buku wajib atau salah satu pengambilan nilai. Untuk bantuan murid miskin, sekolah juga telah membantu Rp 30 juta per triwulan.

“Untuk seragam sekolah, rinciannya sudah disampaikan ke wali murid, yaitu baju muslim, pramuka, merah putih, olahraga, dan sejumlah alat tulis. Masih adanya murid yang belum dapat seragam, stok yang disediakan tidak mencukupi. Direncanakan diterima 100 paket, tapi murid yang membeli mencapai 150 orang sesuai jumlah murid kelas 1,” ujarnya.

Kepala Dinas Pendidikan Padang, Indang Dewata ketika dikonfirmasi membenarkan. Namun begitu, Indang tampak membela sekolah.  “Itu inisiatif komite sekolah. Sekolah berada di luar itu, dan tidak ada intervensi pada komite oleh sekolah,” ujarnya. Indang menilai, jika komite berinisiatif membantu peningkatan pendidikan tidak bisa disalahkan.

Sumber : http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=38176

0 komentar

Posting Komentar